Kepunahan manajer Liga Premier di Inggris terlihat tanda – tanda akan punah karena pamornya sudah mulai memperlihatkan penurunan signifikan. Kita semua dapat melihat pertanda buruk manakala Unai Emery baru saja terpilih menjadi pemimpin utama klub Arsenal pada Mei 2018 silam.
Daripada terangkat sebagai jabatan manajer, Emery justru malah menerima gelar kehormatan dalam struktur organisasi klub sepakbola yaitu Head Coach. Sontak saja publik jadi bertanya – tanya karena selama ini tercatat lebih dari dua puluh tahun belakangan, Arsenal hanya punya pimpinan manajer yaitu Arsene Wenger.
Beralih ke Chelsea, klub yang kental dengan nuansa serba biru tua tersebut juga mengadakan posisi serupa dengan model kepemimpinan yang mirip Arsenal. Klub papan atas Inggris tersebut baru saja mempercayakan Maurizio Sarri yang dulunya sibuk merumuskan taktik Slot Online, kini mengisi jabatan pelatih kepala.
Baik Sarri maupun Emery, keduanya turut menyumbang kontribusi kepada bertambahnya daftar klub Inggris yang punya posisi Head Coach. Setelah bergabungnya mereka, kini total ada setidaknya enam orang pelatih kepala yang bertarung memperebutkan gelar juara Liga Premier Inggris pada musim berjalan.
Meskipun menerima gelar berbeda penamaan, terbentuklah sebuah sudut pandang bahwasanya mereka semua memiliki job desk yang sama. Entah itu manajer maupun pelatih kepala, keduanya dirasa tidak akan mengurus klub dari segala sisi melainkan fokus pada beberapa urusan penting dan mendesak saja.
Kepunahan Manajer Liga Premier Mulai Memperlihatkan Tanda Nyata
Kepunahan manajer Liga Premier semakin tampak nyata manakala Inggris mulai kekurangan orang hebat seperti misalnya pelatih David Moyes yang membela West Ham United. Ambil contoh misalnya bekas pemain kawakan asal Manchester United sekaligus memperkuat lini pada timnas Inggris yaitu Gary Neville.
Neville begitu setia hingga ia menghabiskan sebagian besar masa kariernya di Manchester United khususnya pada masa kepemimpinan Sir Alex Ferguson. Lelaki yang memiliki tanah kelahiran di Skotlandia tersebut menorehkan prestasi berupa 38 piala dari total dua puluh enam tahun pengabdiannya sebagai manajer klub Manchester United.
Bagaimanapun, Neville tidak berniat meniru sosok Ferguson dan ingin berkreasi sesuai pemikiran maupun pengalamannya selama mengamati kursi pelatih. Ia berujar bahwasanya rata – rata usia pekerjaan pelatih dalam sebuah klub papan atas sekarang hanya menyentuh angka 13 bulan saja.
Gary Neville cukup agresif dengan menaruh Graham Alexander pada klub Salford City karena pemain ini juga merumput pada Liga Nasional. Neville ingin menguji ketajaman observasi sebagai pelatih berdasarkan pengalamannya menggembleng klub Valencia selama satu tahun periode 2015 – 2016.
Cukup menarik melihat kebiasaan para penggerak roda klub level atas yang hanya memikirkan strategi jangka pendek sekitaran satu tahun. Menurut Neville, bongkar pasang pelatih seharusnya berada pada interval tiga sampai empat tahun ke depan supaya pemain bisa mendapatkan pengajaran lebih konsisten.
Beda Nama Jabatan Dan Pengaruhnya Terhadap Job Desk
Saat Mauricio Pochettino menyambung kontrak di tahun 2016, ia pun merasakan kondisi yang sama karena jabatannya berubah nama. Hanya saja ini merupakan versi kebalikannya, yaitu dari seorang pelatih kepala kemudian berganti gelar menjadi seorang manajer klub kembali kepada keadaan seperti sedia kala.
Ia cukup senang melihatnya, karena menurutnya jabatan tersebut akan jauh lebih efektif baik bagi klub dan dirinya sendiri. Lagipula bila kita telusuri dari akar katanya, memang betul bahwasanya kata manajer serta pelatih kepala jelas memiliki perbedaan yang cukup jauh.
Pelatih kepala sepertinya memberikan petunjuk mengenai bagaimana cara mudah dalam melakukan daftar situs judi online yang ada di jika mau memainkan permainan judi online dengan meggunakan uang asli di Indonesia. Seolah – olah, ia tidak berhak untuk mengurusi soal perekerutan maupun bongkar pasang susunan tim inti pada sebuah klup sepakbola khususnya negara Inggris.
Hal serupa betul – betul dialami oleh Antonio Conte, yang mana ia begitu tertekan saat masih fokus mendidik Chelsea dalam tangannya. Conte merasakan ketidaknyamanan karena porsinya sebagai pelatih menjadi serba terbatas karena berbenturan dengan gelar pelatih kepala sehingga kesulitan membentuk tim yang ideal versinya.
Emery pun memilih menyerah dengan keadaan dan membiarkan urusan pembentukan tim Arsenal menjadi bagian manajemen saja. Berbeda sekali dengan Arsene Wenger yang keras kepala dan berpegang teguh bahwa hanya ia seorang yang berhak menentukan susunan tim pemain sebagai seorang pelatih.